Kelebihan dalam pengembalian uang tersebut hukumnya
Kelebihan dalam pengembalian uang tersebut hukumnya
Pengertian Riba
www.ivandimitrijevic.com
Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan presentase dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa memiliki arti ziyadah atau tambahan. Adapun pengertian riba menurut Syekh Abu Yahya Al-Anshary didefinisikan sebagai berikut, yang artinya:
BACA JUGA:
Tata Cara Shalat Istikharah dan Bacaannya Lengkap Sesuai Syariat, Tunaikan Saat Galau7 Manfaat Shalat Berjamaah, Kenikmatan di Dunia hingga Akhirat Serta Pahami Hukumnya
“Riba adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.” (Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb).
Advertisement
3 dari 4 halaman
Hukum Riba
©©2014 Merdeka.com
Para ulama telah bersepakat bahwa hukum riba adalah haram. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 130 sebagai beriku, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapat keberuntungan,” (Ali Imron ayat 130).
BACA JUGA:
Merayakan Valentine 14 Februari bagi Umat Islam Hukumnya Haram, Pahami Sebabnya8 Amalan Sunnah Rasul di Hari Jumat Sesuai Hadits, Lebih Produktif dan Tambah Pahala
Dalam surah lain, Allah juga memperingatkan umat muslim agar menghindari riba. Sebagaimana dalam salah satu surah Al-Quran berikut ini, Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman,” (Al Baqarah ayat 278).
Meskipun demikian, jual beli tidak sama dengan riba, oleh karena itu menjadi sangat penting untuk membedakan antara riba dan perdagangan biasa. Hal ini sebagaimana dalam salah satu surah Al-Quran berikut ini, yang artinya:
“Perumpamaan orang-orang yang memakan riba tidak berdiri kecuali seperti barang yang berdiri yang kemudian dibanting oleh setan dengan suatu timpaan (barang yang dirasuki oleh setan). Demikian itu, sebab sesungguhnya mereka telah berkata bahwa jual beli itu menyerupai riba. Padahal, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka, barangsiapa yang telah datang padanya suatu nasihat (peringatan) dari Tuhannya, lalu mereka berhenti dari memungut riba, maka baginya apa yang dulu ia pinjam, lalu mereka berserah diri kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengulangi mengambil riba, maka mereka berhak atas neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 275).
BACA JUGA:
5 Keutamaan Bulan Rajab, Tingkatkan Amalan Ini untuk Pahala yang Berlipat GandaSingkatan Almarhumah dan Maknanya dalam Agama Islam, Perlu Diketahui
Begitupun dengan permasalahan dengan hukum bunga bank, ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa bunga bank termasuk riba, akan tetapi sebagian ulama juga mengatakan bahwa bunga bank tidak termasuk riba atau boleh. Sedangkan juga ada ulama yang berpendapat bahwa bunga bank hukumnya syubhat.
Oleh karena itu, seorang muslim diberi kebebasan untuk memilih sesuai dengan kemantapan hatinya. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, artinya:
“Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad).
4 dari 4 halaman
5 Ketentuan Utang-Piutang Agar Aman dari Unsur Riba
Terdapat 5 ketentuan agar utang-piutang aman dari riba yang diharamkan.
Selasa , 07 Jul 2020, 13:51 WIB
Republika/Musiron
Terdapat 5 ketentuan agar utang-piutang aman dari riba yang diharamkan. Bunga Bank (ilustrasi).
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perbuatan riba merupakan dosa besar yang akan mendapat laknat Allah SWT dan Rasulullah SAW jika tidak segera ditinggalkan. Umat Islam mesti meninggalkan bermualah yang memiliki unsur riba.
Baca Juga
- Mengapa Iman Saja tak Cukup, Perlu Cinta kepada Allah SWT?
- Dukun Arab yang Takluk dan Bersyahadat di Depan Rasulullah
- Menikah dengan Suami yang Diragukan Kehalalan Gajinya
“Yang menghalalkan riba telah kafir dan yang melakukannya fasik, serta mendapat lima dosa sekaligus,” kata Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA dalam bukunya. “Hukum Bermualamah Dengan Bank Konvensiona”.
Ustadz Ahmad mengatakan, secara garis besarnya riba ada dua macam, yaitu riba yang terkait dengan jual-beli yang disebut riba fadhl dan riba yang terkait dengan peminjaman uang disebut riba nasiah. “Inti riba nasi’ah adalah pinjaman uang yang harus ada tambahan dalam pengembaliannya,” katanya.
Nasi’ah berasal dari kata nasa’i yang artinya penangguhan. Ustadz Ahmad mencontohkan misalnya A memberi utang berupa uang kepada B, dengan ketentuan harus dengan tambahan prosentase bunganya.
“Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian,” katanya.
Menurut Ustadz Ahmad untuk bisa dianggap sebagai riba nasi’ah secara benar dan akurat, setidaknya harus ada lima ketentuan yang terpenuhi.
1. Utang
Tidaklah disebut riba nasi’ah kalau akadnya bukan utang-piutang. Misalnya A pinjam uang dari B, lalu B harus membayar lebih dari jumlah yang dia pinjam.
“Namun kalau yang terjadi bukan pinjam melainkan titip uang, kasusnya sudah keluar dari riba,” katanya.
Ia mencontohkan, misalnya A titip uang 10 juta kepada B. Jelas sekali akadnya bukan utang melainkan titipan. Seandainya saat pengembaliannya B memberi tambahan kepada A menjadi 11 juta, kasus ini tidak bisa dihukumi sebagai riba. “Sebab riba itu hanya terjadi kalau kasusnya pinjam meminjam atau hutang,” katanya.
2. Berupa uang
Utang yang dimaksud di atas hanya sebatas pada utang dalam wujud uang, baik emas perak di masa lalu atau pun uang kertas di masa sekarang. Sederhananya harus berupa benda yang berfungsi sebagai alat pembayaran dalam jual-beli.
Sedangkan utang dalam wujud benda-benda, barang atau aset-aset, misalnya rumah, kendaraan, tanah, dan lainnya, tidak berlaku riba meski saat pengembaliannya ada tambahan atau kelebihan yang harus dibayarkan.
Sebab pinjam benda yang harus ada tambahannya masuk ke dalam akad sewa menyewa, atau disebut dengan ijarah. “Dan ijarah adalah akad yang dihalalkan dalam agama,” katanya.
3. Tambahan menjadi syarat di awal
Titik keharaman riba nasi’ah ini sebenarnya ada pada syarat yang disepakati di awal, di mana harusada tambahan dalam pengembaliannya.
Seandainya tambahan itu tidak disyaratkan di awal dan terjadi begitu saja, ini pun juga bukan termasukriba yang diharamkan.
Karena dasarnya adalah kasus yang terjadi pada Rasulullah SAW, ketika beliau meminjam seekor unta yang masih muda (kecil) dari seseorang. Giliran harus mengembalikan, ternyata Beliau tidak punya unta yang muda. “Maka diberikanlah unta yang lebih tua(besar),” tulis Ustadz Ahmad.
Hadits ini, kata dia, menunjukkan bahwa seandainya kelebihan atau tambahan ini diberikan begitu saja, tidak lewat syarat atau kesepakatan sebelumnya, maka tidak menjadi riba.
4. Tambahan yang menjadi kebiasaan
Namun meski tidak disyaratkan saat akad peminjaman, tetapi bila sudah jadi kebiasaan (’urf) yang berlaku, sehingga setiap pinjam selalu ada tambahan yang diberikan, maka ini termasuk riba yang diharamkan. Memang tidak disyaratkan, tetapi kalau sudah jadi kebiasaan, hukumnya menjadi tidak boleh.
5. Tidak dalam kasus inflasi
Di masa sekarang kita mengenal ada inflasi yang ekstrem, sehingga membuat nilai mata uang anjlok. Misalnya pinjam uang senilai Rp 10 juta pada1970. Kalau sampai 50 tahun kemudian belum dikembalikan, apakah pengembaliannya tetap 10juta ataukah harus disesuaikan dengan nilainya di hari ini?
Pada 1970 uang 10 juta bisa beli rumah lumayan besar. Tapi uang segitu di 2020 cuma cukup buat beli pintu gerbangnya saja. Maka hal ini membuat para ulama berbeda pendapat. “Ada yang keukeuh hanya boleh dibayar 10 juta saja,” katanya.
Akan tetapi ada juga yang lebih realistis dan membolehkan pengembaliannya disesuaikan dengan nilai yang setara di hari ini.
- riba
- larangan riba
- bahaya riba
- dampak riba
- bunga bank
- larangan bunga
- macam-macam riba
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Larangan Agama Mengambil Keuntungan Bagi Pemberi Utang
Asas utama dari utang-piutang adalah saling menolong dalam kebaikan.
Kamis , 22 Oct 2020, 06:10 WIB
Republika/Musiron
Larangan Agama Mengambil Keuntungan Bagi Pemberi Utang. Foto: Memberi uang, dan membayar hutang (ilustrasi).
Rep: Imas Damayanti Red: Muhammad Hafil
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Agama Islam sangat menganjurkan manusia untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Salah satunya adalah memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan, karena sifatnya memberi pertolongan maka terdapat hukum yang mengikat-mengatur.
Dalam buku Konsep Ekonomi dalam Alquran karya Maharati Marfuah dijelaskan, asas utama dari utang-piutang adalah saling menolong dalam kebaikan. Maka mengambil keuntungan dari utang bukanlah hal yang dibenarkan agama.
Alquran juga menganjurkan orang untuk menunggu orang yang berutang jika benar-benar tak mampu. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 280:
Baca Juga
- Bima Arya Siap Teruskan Aspirasi Buruh ke Jokowi
- Akhlak terhadap Tanaman dalam Islam
- Ketahui Dampak Negatif Nikah Siri Bagi Wanita
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wa in kaana dzuu ‘usratin fanazhiratun ila maysaratin wa an tashaddaquu khairun lakum in kuntum ta’lamun,”.
Yang artinya: “Dan jika orang yang (berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan (utang yang diberi), itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,”.
Dalam Islam pula dikenal istilah riba, dan haram bagi si pemberi utang dan penerima utang memakan riba. Sebab tak sedikit dalil dan juga pendapat ulama yang menyebut bahwa riba sejatinya dapat merugikan, baik secara nilai harta maupun secara ibadah dengan beragam dosa.
- utang
- pemberi utang
- larangan mengambil keuntungan dari utang
- piutang
- riba
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika …
Kelebihan dalam pengembalian uang tersebut hukumnya
Posted by: pskji.org